KISAH – KISAH PERJUANGAN AREK
SUROBOYO (2)
RADAR SURABAYA, Sabtu 18 Agustus 2001
Dengan Pistol Vickers, H Azis Endhoq Menembak Brigjend
AWS Mallaby
Tak
betul jika kematian Brigjen AWS Mallaby
akibat peluru nyasar tak keruan. Amak Altuwy saksi mata saat itu
menyebut nama seorang pemuda Madura, Azis Endhoq. Namun Cak Roeslan Abdulgani
memang meminta agar si Azis tak bicara pada siapa pun. Inilah kisah heroik
untuk menyambut Agustusan kali ini.
SETELAH
kemerdekaan bulan Agustus, bulan September dan November, fase pertempuran di
Surabaya berubah antara arek Surabaya dengan Sekutu yang bersenjata lebih
lengkap dan semangat menang perang Pasifik. Tapi, arek Surabaya tidak kenal
takut. Apalagi setelah tahu kalau negara Republik Indonesia sudah diproklamasikan.
Sekutu
yang masuk ke Surabaya atas seizin Walikota Radjamin dan berhasil menguasai gedung-gedung penting di Surabaya seperti Internatio dan Bataviasche
Petroleum Maatschapij (BPM), ternyata membuat warga Surabaya sakit hati. “Kami
kesal karena mereka pethenthang-pethentheng tidak tahu diri. Kami ini sudah
merdeka, bukan lagi jajahan,” kata Amak Altuwy dengan nada tinggi menggambarkan
kekesalannya saat itu.
Akhirnya,
pecahlah pertempuran antara arek-arek dengan senjata seadanya melawan Sekutu
yang berpanser dan bersenapan mesin selama 3 hari (27,28 dan 29 Oktober 1945).
Melihat ini, ternyata pemimpin Indonesia di Jakarta kebakaran jenggot. Maklum
saja, mereka tidak ingin citra Indonesia di mata dunia rusak. Karena Sekutu
yang bermisi damai untuk menjaga
keamanan wilayah kolonialisme Jepang dan melucuti senjatanya, terganggu oleh
tugas-tugas di luar misinya.
Bung
Karno, Bung Hatta dan Mr. Safruddin
(Menpen) turun ke Surabaya lewat Morokrembangan untuk berunding menghentikan
pertempuran pada 29 Oktober 1945. Ada kejadian unik dimana kedatangan rombongan sempat sempat
diberondong Karabinj arek Suroboyo karena dikira musuh. Untungnya, Bung Karno
dan rombongan selamat karena buru-buru mengibarkan bendera merah putih.
Keesokan
harinya, pemimpin Indonesia itu berunding dengan pimpinan Sekutu di Surabaya,
Brigjen AWS Mallaby, di kantor Gubernuran Aloon aloonstrat di dampingi
tokoh-tokoh Surabaya : Kolonel Sungkono, Dul Arnowo, Ruslan Abdul Gani dan
Gubernur Suryo. Di luar gedung itu ratusan
arek arek menunggu hasil perundingan itu.
“Seusai
perundingan pukul 17.00, rombongan dua oto Bung Karno pulang kembali ke
Jakarta. Namun Oto Mallaby yang hendak pulang ke Internatio dicegat pemuda di
tengah jalan beberapa meter dari jembatan merah. “Saya masih ingat. Yang ngotot
mencegat oto Mallaby adalah Said. Orangnya kecil, kekar, dan matanya kero (juling),” ungkap Amak.
Amak
sendiri yang saat itu memegang karabinj langsung mendekat ke samping kiri
oto sekitar 1 meter dari Mallaby. “Saya
sebenarnya bagi tugas sama Mas’ud (almarhum) untuk merampas revolver Sekutu itu
kalau nanti ada kesempatan. Sebab, kami ini ingin punya revolver,” ungkap Amak
tersenyum mengenang kenekatannya waktu itu.
Namun,
beberapa menit kemudian Kundan arek Suroboyo Keturunan India dari Tunjungan
mendatangi kerumunan pemuda yang mengitari oto berisi empat tentara Inggris
itu. Kundan yang mahir bahasa Inggris rupanya ingin menjembatani komunikasi
diantara mereka. Kepada Mallaby, Kundan mengatakan bahwa arek arek ingin
tentara Sekutu segera ditarik ke Tanjung Perak.
Kemudian
Mallaby memerintahkan wakilnya, Kapten Shaw, ke luar mobil dan ke Internatio
ditemani Kundan dan Mohamad. “Tapi, tak disangka beberapa menit kemudian Kundan
tampak lari ke luar dari Internatio. Kemudian kami ini dihujani tembakan dan
granat dari atas gedung Internatio. Banyak arek-arek yang langsung gugur,”
terang Amak.
Tiba-tiba,
Amak melihat seorang Pemuda Madura di samping kanannya bernama Abdul Azis atau
yang dikenal dengan Azis Endhoq (juragan telur) langsung mencabut pistol
vickers-nya buatan Jepang dan menembak mati Mallaby dan sopir oto. Seorang lagi
Sekutu yang keluar dari oto dan hendak lari tak luput dari tembakan maut.
Pertempuran
itu berlangsung sampai tengah malam. Arek Surabaya yang kalah senjata
bersembunyi dengan menempatkan buldozer di tengah jembatan merah untuk tempat
berlindung. Amak ingat sebuah peristiwa sadis dimana serombongan perawat dari
RS CBZ (RS Simpang) yang hendak menolong ikut digasak peluru. Keesokan paginya,
pertempuran itu baru usai dan tentara Sekutu bergeser ke Tanjung Perak. Arek
arek yang masih hidup mengevakuasi puluhan mayat di depan Internatio. “Waktu
itulah saya melihat ternyata tubuh Mallaby dan sopirnya sudah gosong mengkeret
(mengecil) dan mobilnya hangus terbakar.” (jay)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar