ALBUM PERJUANGAN
Profil Pejuang Sejati
Kaji Ajis
Endhog
Arek ‘Ampel’
Suroboyo
Oleh
Drs. H. Moch. Chotib
Anak
angkat almarhum H. Abdul Azis
Assalamu’alaikum
Wr. Wb
Gema perayaan
“Indonesia Emas” mendorong penulis untuk membuka-buka kembali kliping usang
yang tersimpan 10 tahun lalu. Keinginan itu semakin kuat, ketika surat kabar memberitakan
bahwa Ketua Panitia Nasional Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-50,
Bapak Emil Salim, berkenan menerima masukan mengenai pelaku-pelaku sejarah
perjuangan dan peristiwanya.
Sejalan dengan
keinginan itu, Bapak Usman Bahrawi,
seorang veteran pejuang Ampell dengan tertatih-tatih lantaran tua dan rabun,
mendatangi rumah saya membawa kliping tentang berita kesaksian Bapak Amak
Altuwy dalam peristiwa terbunuhnya Brigadir Jendral A.W.S. Mallaby di Jembatan
Merah, Surabaya. Hampir setiap pagi dan sore, bapak ini menanyakan hasil
rencana saya untuk menulis Haji Abdul Azis, tokoh pelaku dalam lakon
pertempuran Jembatan Merah yang menggegerkan dunia internasional itu.
Ditengah-tengah
kesibukan selaku karyawan yang padat dengan pekerjaan rutin, malam demi malam
saya mulai menulis, akhirnya tepat pada tanggal 17 Agustus 1995, keinginan saya
dan juga keinginan bapak pejuang itu terselesaikan juga.
Apa yang saya
lakukan, semata-mata bertujuan untuk menyampaikan apa saja yang pernah saya
terima dari pelaku sejarah kepada putera-putera dan keluarga saya, baik
mengenai semangat juang maupun sekedar mengetahui apa yang pernah dilakukan
oleh “datuk dan nenek”-nya dalam memperjuangkan kemerdekaan republik tercinta
ini. Itu saja!.
Akhirul kalam,
tentu apa yang saya lakukan ini dapat bermanfaat juga bagi orang yang kebetulan
membaca tulisan dan kliping saya.
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
Surabaya, 17 Agustus
1995
Mochammad
Chotib
Mengenang Arek ‘Ampel’
Suroboyo
KAJI AJIS
ENDHOG (almarhum)
Profil Pejuang Sejati
Sehari-hari
berpenampilan parlente, dandanan rambut dan pakaiannya selalu trendi mengikuti
zaman. Kendaraan roda duanya jenis Norton, BSA atau BMW, idola setiap pemuda pada
zamannya, pokoknya seleranya tinggi. Pergaulannya sangat supel bahkan penuh
humor sehingga banyak kawan tetapi pendirian dan sikapnya sangat tegas
sebagaimana layaknya karakter orang Madura pada umumnya. Itulah sedikit
gambaran sosok Haji Abdul Azis ketika
masih muda, yang lebih akrab dipanggil dengan nama Kaji Ajis Endhog. Maklum,
istri beliau yang dulu, Hajjah
Siti Mariyam, waktu itu satu-satunya pribumi pedagang besar telur itik
(Jawa = endhog) di Surabaya.
Sampai dengan
tahun 1961, Haji Abdul Azis yang lahir tahun 1912 asal Bangkalan itu masih
tercatat sebagai penduduk kampong Ampel Menara Surabaya (tempo doeloe
: Kampoeng
Tjoelik), menempati rumah bertingkat dua dengan konstruksi beton yang
dibangun sekitar tahun 1930, yang terbilang cukup mewah menurut ukuran di
zamannya. Dari kampong Ampel inilah, beliau bergabung dengan para pemuda
setempat untuk memanggul senjata melawan penjajah Belanda maupun Jepang. Tahun 1951 di masa
pasca kemerdekaan, beliau membuka usaha penginapan di depan rumahnya, Losmen
Suci, yang konon merupakan cikal bakal pemukim Ampel asal Kalimantan
Selatan.
Dalam berjuang, beliau lebih menonjolkan
keberanian fisik ketimbang peran intelektual (maaf!). Maka tak heran
bila dalam setiap pertempuran yang dihadapi, beliau selalu berada di barisan paling depan. Ketika pertempuran di daerah Gembong
misalnya, beliau sempat terpental beberapa meter dari meriam yang direbutnya,
lantaran tak tahu cara menggunakannya, yang berakibat kakinya mengalami
luka-luka meski tak terhitung berat.
Ketika tentara
Jepang mendarat dari pelabuhan Tanjung Perak dan bergerak ke arah kota, mereka dihadang
pemuda Surabaya Utara di Kampemen Straat (kini Jl. KH. Mas Mansyur).
Konon dengan gagahnya beliau merampas pedang samurai sang
pemimpin Jepang yang congkak itu.
Dimasa mudanya beliau
bergabung dalam organisasi kepanduan Hizbul Wathan (HW). Dalam perjuangan
beliau aktif menjadi anggota PRI Surabaya Utara dan dalam
ketentaraan beliau menjadi anggota TKR Sambongan. Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar